Thursday, November 23, 2006

Cermin 2000-2006

7 tahun sudah tapak langkah membekas di satu pelataran baru. Meninggalkan jejak matahari yang lain, di beragam kerasnya cadas kehidupan. Bergerak, terus mencari muara aliran perjalanan. Namun kenangan kelam masa silam masih saja mengikuti. Menjadi bayangan yang selalu setia menempel di belakang tiap kali wajah menantang matahari. Sesulit itukah merubah diri? Oooo...ternyata benar. Sosok manusia, ke-aku-an diri adalah hasil dari masa lalu, kumpulan lembaran catatan perjalanan yang telah ditorehkan di perputaran detik.

Namun, hidup tetaplah sebuah pertarungan bukan? Sebab, sudah hukum alam segala sesuatu itu berpasangan, entah serasi ataukah kontras berlawanan, namun dualisme yang terikat ini yang senantiasa menyertai pilihan hidup.

Harapan masih harus disemaikan. Rasul mulia mengajarkan, hijrahnya seseorang ke dalam islam akan menghapus semua masa lalu kejahiliyahannya. Namun mungkinkah diri ini masuk dalam kategorinya? Robbi...andai berangan-angan itu diperbolehkan, aku akan memohon seperti *UNGU, dengan lagu ANDAI Ku TAHU-nya* Namun kupahami,meskipun amal mengangkasa, hanya iradah dan keridhoan-Mu yang mutlak,

7 tahun sudah keunikan ideologi baru mengalir masuk dalam kepribadian lemah, yang masih terseok-seok mencari makna sejati perjalanan. Membongkar benteng egoisme yang berdiri kokoh. Menelisik relung kesombongan yang kadang masih bersemayam laksana labirin tanpa kejelasan arah. Meski terkadang, menara keangkuhan itu masih saja mencoba tampil lebih tinggi, mendongak menerobos ke puncak awan kemuliaan dan izzah.

7 tahun mengembara bersama, sanggupkah menghapus dan mengganti kesuraman masa lalu dengan kemuliaan? Tidaklah cukup, sebab hijrah diri pun teryata masih belum totalitas! Aku masih mencari bagian mana yg masih setengah-setengah itu!
Generasi Qur'ani Yang Unik, yang pernah muncul di lembaran sejarah telah mendeskripsikan. Dengan memilih ideologi sempurna, maka semua bagian ideologi masa lalu tidak ada yang boleh ikut. Semuanya harus ditanggalkan, sebab tidak akan pernah bisa didamaikan. Ia tidak seperti minyak dan air yang bisa disatukan dan diikat dengan menggunakan detergen sebagi katalisator. Ia mewujud dalam magnet 2 kutub, yang memastikan eksistensi, jika sama-sama mengusung sebuah nilai, maka akan berseberangan selamanya. Tidak ada jalan tengah.

Entah, tahun berjalan berikutnya, di bagian jejak matahari mana jasad ini akan bermandi cahaya. Perjalanan masih berlanjut, sampai visi menemukan keluasan abadi yang menenangkan, seperti air, yang akhirnya bersatu kembali di samudera biru yang berbatasan horison dengan cakrawala.

Entah kapan, tapi aku berharap samudera itu ada di sini, di pelataran baru yang selama 7 tahun sudah diri bergabung. Menceburkan jasad dan ruh di kebeningan airnya, bermain, berjuang bersama makhluk Tuhan yang lain, tidak lagi sekedar sapaan angin dan jejak matahari belaka.

Menyerah berjalan mengembara sendirian? Tidak! Aku tidak mau menjadi pengecut. Namun jika kedamaian dan kebenaran perjalanan itu ternyata benar bermuara di sini, buat apa lagi berjalan sendirian, mencari jejak baru yang masih belum pasti?

Tapi aku yakin, masih ada perjalanan lain yang akan kulakoni. Mungkin pengembaraan ideologi sejenak atau bahkan selamanya 'mengaso di sini. Namun, pengembaraan logika, angan, dan impian, mungkin masih akan terus berlanjut. MUNGKIN!