Thursday, February 28, 2008

bila hati rindu menikah [part 8]

Diri, sudah sejauh manakah perjalanan hidup ini telah terlangkah? Entah, kusadari atau tidak, belakangan ternyata aku tidak lagi menghitungnya. Dengan tarikan nafas per sekian detiknya ataukah dengan jumlah amalan yang tertera. Mengukur hidup dengan skala maksiat dan kebajikan, jujur akan mendatangkan banyak ajaran kearifan bagi hati yang masih menyisakan setitik kelembutan dalam kerak kekerasannya.

Dalam hitungan 2 purnama lebih, bentangan kesia-siaan kembali terhampar. Mengulang kesalahan yang telah lalu? Ah, bukankah kau sendiri telah mengatakan tidak akan ambil bagian bahkan pada barisan paling belakang dari antrian keledai yang untuk jatuh dua kali pada jebakan yang sama tidak lagi mereka ridho?

Entah, namun membenci diri sendiri tetaplah sesuatu yang tidak akan membantu. Jujur pada nurani, lebih menyejukkan. Ternyata kesombongan diri yang melenakan masih saja bertahta di sana. Kau kemanakan ‘tiada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan ALLAH?’ sekedar lintasan yang dogmatis tanpa pernah mewujud menjadi sebuah keyakinan ideologi? Lalu kesalahan kau timpakan kepada hatimu yang masih juga gampang terlena? Sepakat, bahwa IA dengan iradah-Nya menguasai hati manusia. Tapi bukankah tak pernah lekang dalam doamu di akhir sholat agar tidak membolak-balikkan hatimu dalam hal agama dan dakwah?

Hey...bukankah inti hidup ada di sini? Untuk memenangkan tarikan kebaikan itu di atas ajakan kemaksiatan? PERJUANGAN. Arrggg....mengapa kesadaran itu selalu datang belakangan sementara kala kelapangan menyapa, hampir tak sekalipun matamu menangkap makna Ilahiyah dalam setiap gerakan. Lalu.... ah, aku merindukan sujud panjang menentramkan, dalam doa setelah ikhtiar bahwa di atas segalanya, ada ENGKAU Yang Maha Mengatur.

Berhenti? Iya, harus. Sebab ALLAH SWT masih mencintaimu. IA masih membuatmu merasakan kesedihan, agar bisa sedikit belajar memaknai arti kegembiraan. Seperti hujan, yang sesekali harus turun di antara kehangatan cahaya matahari

---

Katamu, masih ada banyak pelangi di luar sana. Ya saya tahu. Bahkan masih sering melihat lengkungan sempurnanya di bentangan langit sana setelah hujan. Namun sekarang aku sudah berhenti mengejar pelangi itu. Sebab, sampai kapanpun tak akan pernah bisa kurengkuh.

Menyesal? Tidak. Bukankah sudah kukatakan bahwa aku harus bersyukur kareka ALLAH SWT masih mencintaiku? Terbukti, perjalananku mencari pelangi membekaskan banyak pelajaran keindahan. Tentang cinta, kasih sayang, pengorbanan, perjuangan dan beragam hal indah lainnya. Terima kasih telah menjadi salah satu guru dalam kehidupanku. Dengan perantaraan dirimu, ALLAH SWT kembali menunjukkan padaku bahwa hidup dengan segala suka dukanya, tengah mengajarkan kepada kita semua rangkaian hijaiyyah segala sesuatu. Alif...Ba...Ta...

Labels: