Friday, October 13, 2006

Inkubasi Ramadhan

Wednesday, October 11, 2006

Mengapa Harus Peduli 2 (edisi rindu palestina)

"Masjid Al-Aqsho tidak akan bebas sebelum Gedung Putih DITAKLUKKAN!!"
Pernyataan seorang syaikh dari palestina di masjid Baitul Rahman kemarin sore itu sangat susah terhapus dari ingatanku. Rekaman peristiwa di palestina kembali terputar di benak, seperti slide sebuah film.

Tanah yang menggambarkan tentang penindasan, penjajahan, pembantaian, sekaligus PERLAWANAN. Tapi siapa yang peduli? Semuanya menutup mata. Seolah yang terjadi di sana bukanlah suatu hal yang layak masuk dalam perbincangan keseharian kita. Sementara kita semua sudah mengikrarkan satu kalimat yang tidak ada perbedaan di dalamnya ;Kalimat Syahadat, yang dengan kalimat itu kita semua otomatis diikat oleh satu ikatan yang paling kuat, simpul aqidah yang sama! Maka tidak ada lagi batas geografis yang memisahkan kita. Semua tanah yang di atasnya ada dikumandangkan adzan, maka dia adalah tanah air Islam. Demikian juga Palestina.

Mengapa, para ustadz dan muballigh tidak menyisihkan waktu mereka sebulan dalam setahun, atau sepekan dalam sebulan, atau sehari dalam sepekan, atau sejam dalam sehari, atau semenit dalam sejam, atau sedetik saja dalam semenit...untuk membicarakan tentang JIHAD dan PALESTINA?
Ini pertanyaan yang menohok hati dan nalar berpikirku.
Mengapa para ibu tidak pernah menceritakan kepada anak-anaknya tentang Palestina, Al-Aqsho, dan saudara-saudaranya yang tengah dirampas tanahnya oleh yahudi di sana? Tentang para gadis muslimahnya yang harus menanggung beban perkosaan dan melahirkan anak yang tidak mereka kehendaki?

Ya Robbi...kenyataan ini sudah kembali menguras air mataku. Namun saya masih tetap di sini, di tengah lingkungan yang penuh dengan canda dan tawa.
Sementara, kebanyakan kita mengaku pemuda. Bukankah dengan titel yang kita sandang itu menunjukkan bahwa kita memiliki kekuatan? Kekuatan Iman, Ilmu, dan kekuatan semangat! lalu menguap ke mana semua itu?

Gambaran tentang sosok tua yang lumpuh dan hanya bisa duduk di kursi roda menguat di memoriku, Syaikh Ahmad Yasin. Yang dengan keterbatasan kekuatan fisik dan pernah mengalami beragam penyiksaan di penjara-penjara Israel, ternyata sanggup menjadi bara semangat perlawanan rakyat Palestina. Dari balik terali besi atau di atas kursi rodanya ia berhasil mengguncang dunia. Namun, saat fajar belum menampakkan berkas cahaya paginya, sebuah pesawat tempur Israel mengoyak-ngoyak tubuh tuanya tanpa belas kasihan sedikitpun. Padahal apa yang beliau dan rakyat Palestina tuntut? Mereka hanya meminta hak-hak mereka dikembalikan dan dihargai. Mengapa untuk membangun pemukiman yahudi harus dengan menggusur rumah-rumah rakyat Palestina yang sudah duluan ada? Mengapa untuk meng-eksis-kan diri di hadapan bangsa di dunia bahwa negara Israel itu ada, harus dibayar dengan memborbardir anak kecil, melarang mereka menuntut ilmu,bahkan memperkosa wanita muslimahnya? Maka mereka bangkit melawan. namun apa kata dunia?!! Rakyat yang menuntut kemerdekaan negerinya itu (Palestina) malah menganggap mereka sebagai teroris! bahkan mungkin termasuk sebagian kita. Padahal mereka adalah saudara seaqidah kita. Di mana kemuliaan itu disembunyikan?

Ya Robbi...aku juga tak pernah mau tahu, Ramadhan seperti apa yang mereka lalui di sana. Sementara kami di sini bisa berbuka dan sahur bersama teman dan keluarga, mereka hanya berbekal sepotong roti keras dan berjamur. Puasa yang telah dilalui entah untuk yang keberapa kalinya, masih saja gagal menempa pribadi menjadi insan yang peduli terhadap penderitaan saudara kita yang lain.

Lalu muncul pertanyaan yang kadang menggelitik nurani...
"Mengapa harus peduli pada Palestina? Bukankah masalah Indonesia saja sudah sangat banyak?" Terrlalu banyak alasan untuk itu :
1. Masalah Palestina bukan hanya masalah bangsa Arab saja, namun permasalahan bersama ummat Islam, karena kita diikat oleh satu ikatan yang sama, IKATAN AQIDAH.
2. Palestina adalah bumi tempat dilahirkannya Nabi-Nabi pilihan.
3. Palestina adalah kota ketiga (setelah Mekkah dan Madinah) yang diberkahi dan dimuliakan Allah SWT.
4. Yerussalem yang ada di Palestina adalah kota suci tiga agama (Yahudi, Kristen dan Islam) maka semua penganut agama ini wajib untuk membebaskannya dari cengkraman Zionisme Internasional yang mengatasnamakan agama yahudi.
5. Setiap muslim menyandang kewajiban berjihad di pundaknya. Dan Palestina adalah arena Jihad Fii SabiliLlah.
6. Bagi mereka yang selalu menanyakan hal di atas, kalau memang permasalahan negeri ini sudah banyak dan kita menganggap tidak perlu mengurusi Palestina (dan tanah Islam lainnya)... APAKAH YANG TELAH KALIAN LAKUKAN UNTUK PERBAIKAN NEGERI INI? jangan sampai pertanyaan di atas hanya pelarian untuk ketidak mampuan kita berbuat apa-apa, dan hanya bisa pasrah teronggok sendirian bersama sampah sejarah lainnya...

Wassalam,
Muhammad Ilham

Monday, October 09, 2006

Di Atas Sajadah Cinta

Kota Kufah terang oleh sinar purnama. Semilir angin yang bertiup dari utara membawa hawa sejuk. Sebagian rumah telah menutup pintu dan jendelanya. Namun geliat hidup kota Kufah masih terasa.

Di serambi masjid Kufah, seorang pemuda berdiri tegak menghadap kiblat. Kedua matanya memandang teduh ke tempat sujud. Bibirnya bergetar melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur’an. Hati dan seluruh gelegak jiwanya menyatu dengan Tuhan, Pencipta alam semesta. Orang-orang memanggilnya ’Zahid’ atau ’Si Ahli Zuhud’, karena kezuhudannya meskipun ia masih muda. Dia dikenal masyarakat sebagai pemuda yang paling tampan dan dan paling mencintai masjid di Kota Kufah pada masanya. Sebagian besar waktunya ia habiskan di dalam masjid, untuk ibadah dan menuntut ilmu pada ulama terkemuka kota itu. Saat itu masjid adalah pusat pendidikan, peradaban, informasi dan perhatian.

Pemuda itu terus larut dalam samudera ayat-ayat Ilahi. Setiap kali sampai pada ayat-ayat azab, tubuhnya bergetar hebat. Air matanya mengalir deras. Neraka bagaikan menyala di hadapannya. Namun jika sampai pada ayat-ayat nikmat dan syurga, embun sejuk dari langit terasa bagai mengguyur seluruh tubuhnya. Ia merasakan kesejukan dan kebahagiaan. Ia bagai mencium aroma wangi para bidadari yang suci.

Tatkala sampai pada surah Asy-Syams, ia menangis,

”fa alhamaha fujuuraha wa taqwaaha.

Qad aflaha man zakkaaha

Wa qad khaaba man dassaaha

...

(maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu jalan kefasikan dan ketaqwaan,

sesungguhnya, beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu,

dan merugilah orang yang mengotorinya

...)

Hatinya bertanya-tanya. Apakah ia termasuk golongan yang mensucikan jiwanya? Ataukah golongan yang mengotori jiwanya? Dia termasuk orang yang beruntung ataukah yang merugi?

Ayat itu ia ulang berkali-kali. Hatinya bergetar hebat. Tubuhnya berguncang. Akhirnya ia pingsan.

***

sementara itu, di pinggir kota tampak sebuah rumah mewah bagai istana. Lampu-pampu yang menyala dari kejauhan tampak berkerlap-kerlip bagai bintang gemintang. Rumah itu milik seorang saudagar kaya yang memiliki kebun kurma yang luas dan hewan ternak yang tak terhitung jumlahnya.

Dalam salah satu kamarnya, tampak seorang gadis jelita sedang menari-nari dengan riang gembira. Wajahnya yang putih susu tampak kemerahan terkena sinar yang terpancar dari 3 lentera yang menerangi ruangan itu. Kecantikannya sungguh mempesona. Gadis itu terus menari sambil mendendangkan syair cinta.

”in kuntu ’asyiqatul lail fa ka’si

musyriqun bi dhau’

wal hubb al wariq

...”

(jika aku pecinta malam maka

gelasku memancarkan cahaya

dan cinta yang mekar

...)

Gadis itu terus menari-nari dengan riangnya. Hatinya berbunga-bunga. Di ruangan tengah, kedua orang tuanya menyunggingkan senyum mendengar syair yang didendangkan putrinya. Sang ibu berkata,

Abu Afirah, puteri kita sudah menginjak dewasa. Kau dengarkanlah baik-baik syair yang ia dendangkan.

Ya, itu syair cinta. Memang sudah saatnya ia menikah. Kebetulan tadi siang di pasar aku berjumpa dengan Abu Yasir. Dia melamar Afirah untuk putranya, Yasir.”

Bagaimana, kau terima atau...

Ya jelas langsung aku terima. Dia kan masih kerabat sendiri dan kita banyak berhutang budi padanya. Dialah yang menolong kita dahulu waktu kesusahan. Di samping itu Yasir gagah dan tampan.”

Tapi bukankah lebih baik kalau minta pendapat Afirah dulu?

Tak perlu! Tidak ada pilihan kecuali menerima pinangan ayah Yasir. Pemuda yang paling cocok untuk Afirah adalah Yasir.

Tapi, engkau tentu tahu bahwa Yasir itu pemuda yang tidak baik.”

Ah, itu gampang. Nanti jika sudah beristri Afirah, dia pasti akan tobat! Yang penting dia kaya raya.”

***

Pada saat yang sama, di sebuah tenda mewah tidak jauh dari pasar Kufah. Seorang pemuda tampan dikelilingi oleh teman-temannya. Tak jauh darinya, seorang penari melenggak lenggokkkan tubuhnya diiringi suara gendang dan seruling.

Ayo bangun Yasir. Penari itu mengerlingkan matanya padamu!” Bisik temannya

Be...benarkah?

Benar. Ayo cepatlah. Dia penari tercantik kota ini. Jangan kau sia-siakan kesempatan ini!

Baiklah. Bersenang-senang dengannya memang impianku.”

Yasir bangkit dari duduknya dan beranjak menghampiri sang penari. Sang penari mengulurkan tangan kanannya dan Yasir menyambutnya. Keduanya lalu menari diiringi irama gendang dan seruling. Keduanya benar-benar hanyut dalam kelenaan. Dengan gerakan mesra penari itu membisikkan sesuatu ke telinga Yasir,

Apakah anda punya waktu malam ini bersamaku?

Yasir tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Keduanya terus menari dan menari. Suara gendang memecah hati. Irama seruling melengking-lengking. Aroma arak menyengat nurani. Hati dan pikiran jadi mati.

***

Keesokan harinya.

Usai sholat dhuha, zahid meninggalkan mesjid menuju pinggiran kota. Ia hendak menjenguk saudaranya yang sakit. Ia berjalan dengan hati terus berdzikir membaca ayat-ayat suci Al-Qur’an. Ia sempatkan ke pasar sebentar untuk membeli anggur dan apel untuk saudaranya yang sakit tersebut.

Zahid berjalan melewati kebun kurma yang luas. Saudaranya pernah bercerita bahwa kebun itu milik saudagar kaya, Abu Afirah. Ia terus melangkah menapaki jalan yang membelah kebun kurma itu. Tiba-tiba dari kejauhan ia melihat titik hitam. Ia terus berjalan dan titik hitam itu terus mendekat dan membesar. Matanya lalu menangkap di kejauhan sana perlahan bayangan itu menjadi seorang yang menunggang kuda. Lalu sayup-sayup telinganya mendengar suara’

Tolooong...tolooong!!

Suara itu datang dari arah penunggang kuda yang ada jauh di depannya. Ia menghentikan langkahnya. Penunggang kuda itu makin jelas.

Suara minta tolong itu makin jelas juga. Suara seorang perempuan. Dan matanya bisa menangkap penunggang kuda itu adalah seorang perempuan. Kuda itu berlari kencang.

Tolooong! Tolooong hentikan kuda ini! Ia tak bisa dikendalikan!

Mendengar itu Zahid tegang. Apa yang harus ia perbuat. Sementara kuda itu makin dekat dan tinggal beberapa meter di depannya. Cepat-cepat ia menenangkan diri dan membaca shalawat. Ia berdiri tegap di tengah jalan. Tatkala kuda itu sudah sangat dekat, ia mengangkat tangan kanannya dan berkata keras,

Hai kuda makhluk ALLAH, berhentilah dengan izin ALLAH!

bagai pasukan mendengar perintah panglimanya, kuda itu meringkikdan berhenti seketika. Perempuan yang ada di punggungnya terpelanting jatuh. Perempuan itu mengaduh. Zahid mendekat dan menyapanya,

Assalamu’alaiki. Kau tidak apa-apa?

Perempuan itu mengaduh. Mukanya tertutup cadar hitam. Dua matanya yang bening menatap Zahid. Dengan sedikit merintih ia menjawab pelan’

AlhamduliLlah, tidak apa-apa. Hanya saja tangan kananku sakit sekali. Mungkin terkilir saat jatuh.

Syukurlah kalau begitu.”

Dua mata bening di balik cadar itu terus memandangi wajah tampan Zahid. Menyadari hal itu Zahid menundukkan pandangannya ke tanah. Perempuan itu perlahan bangkit. Tanpa sepengetahuan Zahid, ia membuka cadarnya. Dan tampaklah wajah cantikdan mempesona.

Tuan, saya ucapkan terima kasih. Kalau boleh tahu siapa nama tuan, dari mana dan mau ke mana tuan?

Zahid mengangkat mukanya. Tak ayal matanya menatap wajah putih bersih di depannya. Hatinya bergetar hebat. Syaraf dan ototnya terasa dingin semua. Inilah pertama kalinya ia menatap gadis jelita dari jarak yang sangat dekat. Sesaat lamanya keduanya beradu pandang. Sang gadis terpesona oleh ketampanan Zahid, sementara gemuruh hati Zahid tak kalah hebatnya. Gadis itu tersenyum dengan pipi merah merona. Zahid tersadar, ia cepat-cepat menundukkan kepalanya. ”Inna liLlah. AstaghfuruLlah,” gemuruh hatinya.

Namaku Zahid. Aku dari masjid mau mengunjungi saudaraku yang sakit.

Jadi kaukah Zahid yang sering dibicarakan orang itu? Yang hidupnya Cuma di dalam masjid?

Tak tahulah. Itu mungkin Zahid yang lain.” kata Zahid sambil membalikkan badan. Ia lalu melangkah.

Tunggu dulu tuan Zahid! Kenapa tergesa-gesa? Mau kemana? Perbincangan kita belum selesai!

Aku mau melanjutkan perjalananku!

Tiba-tiba gadis itu berlari dan berdiri di hadapan Zaid. Terang saja Zaid gelagapan. Hatinya bergetar hebat menatap aura kecantikan gadis yang ada di depannya. Seumur hidup ia belum pernah menghadapi situasi seperti ini.

Tuan aku hanya mau bilang, namaku Afirah. Kebun ini milik ayahku. Dan rumahku ada di sebelah selatan kebun ini. Jika kau mau silahkan datang ke rumahku. Ayahku pasti akan senang dengan kehadiranmu. Dan sebagai ucapan terima kasih aku mau menghadiahkan ini.

Gadis itu lalu mengulurkan tangannya memberi sapu tangan hijau muda.

Tidak usah.”

Terimalah, tidak apa-apa! Kalau tidak tuan terima, aku tidak akan memberi jalan!

Terpaksa Zaid menerima sapu tangan itu. Gadis itu lalu minggir sambil menutup kembali mukanya dengan cadar. Zahid melangkahkan kedua kakinya melanjutkan perjalanan.

***

Saat malam datang membentangkan jubah hitamnya, kota Kufah kembali diterangi sinar rembulan. Angin sejuk dari utara semilir mengalir.

Afirah terpekur di kamarnya. Matanya berkaca-kaca. Hatinya basah. Pikirannya bingung. Apa yang menimpa dirinya. Sejak kejadian tadi pagi di kebun kurma hatinya terasa gundah. Wajah bersih Zahid bagai tak hilang dari pelupuk matanya. Pandangan matanya yang teduh menunduk membuat hatinya sedemikian terpikat. Pembicaraan orang tentang keshalehan seorang pemuda di tengah kota bernama Zahid semakin membuat hatinya tertawan. Tadi pagi ia menatap wajahnya dan mendengar tutur suaranya. Ia juga menyaksikan wibawanya. Tiba-tiba air matanya mengalir deras. Hatinya merasakan aliran kesejukan dan kegembiraan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Dalam hati ia berkata,

Inikah cinta? Beginikah rasanya? Terasa hangat mengaliri syaraf. Juga terasa sejuk di dalam hati. Ya Robbi, tak aku pungkiri aku jatuh hati pada hamba-Mu yang bernama Zahid. Dan inilah untuk pertama kalinya aku jatuh cinta. Ya Robbi, izinkanlah aku mencintainya.”

Air matanya terus mengalir membasahi pipinya. Ia teringat sapu tangan yang ia berikan pada Zahid. Tiba-tiba ia tersenyum,

Ah sapu tanganku ada padanya. Ia pasti juga mencintaiku. Suatu hari ia akan datang kemari.

Hatinya berbunga-bunga. Wajah yang tampan bercahaya dan bermata teduh itu hadir di pelupuk matannya.

***

Sementara itu di dalam masjid Kufah tampak Zahid yang sedang menangis di sebelah kanan mimbar. Ia menangisi hilangnya kekhusyukan hatinya dalam shalat. Ia tidak tahu harus berbuat apa. Sejak bertemu dengan Afirah di kebun kurma tadi pagi ia tidak bisa mengendalikan gelora hatinya. Aura kecantikan Afirah bercokol dan mengakar sedemikian kuat dalam relung-relung hatinya. Aura itu selalu melintas dalam shalat, baca Al-Qur’an dan dalam apa saja yang ia kerjakan. Ia telah mencoba berulang kali menepis jauh-jauh aura pesona Afirah dengan melakukan shalat se-khusyu’-nya namun usaha itu sia-sia.

Ilahi, kasihanilah hamba-Mu yang lemah ini. Engkau Maha Tahu atas apa yang menimpa diriku. Aku tak ingin kehilangan Cinta-Mu. Namun Engkau juga tahu, hatiku ini tak mampu mengusir pesona kecantikan seorang makhluk yang Engkau ciptakan. Saat ini hamba sangat lemah berhadapan dengan daya tarik wajah dan suaranya. Ilahi, berilah padaku cawan kesejukan untuk meletakkan embun-embun cinta yang menetes-netes dalam dinding hatiku ini. Ilahi, tuntunlah langkahku pada garis takdir yang paling Engkau ridhai. Aku serahkan hidup matiku untuk-Mu.” Isak Zahid mengharu biru pada Tuhan Sang Pencipta hati, cinta, dan segenap keindahan semesta.

Zahid terus meratap dan menghiba. Hatinya yang dipenuhi gelora cinta terus ia paksa untuk menepis noda-noda nafsu. Anehnya, semakin ia meratap embun-embun cinta itu makin deras mengalir. Rasa cintanya pada Tuhan. Rasa takut akan adzab-Nya. Rasa cinta dan rindunya pada Afirah. Dan rasa tidak ingin kehilangan. Semua bercampur dan mengalir sedemikian hebat dalam relung hatinya. Dalam puncak munajatnya, ia kembali pingsan.

Menjelang subuh, ia terbangun. Ia tersentak kaget. Ia belum shalat tahajjud. Beberapa orang tampak tengah asyik beribadah, bercengkrama dengan Tuhannya. Ia menangis, ia menyesal. Biasanya ia sudah membaca dua juz dalam shalatnya.

Ilahi, jangan kau gantikan bidadariku di syurga dengan bidadari dunia. Ilahi, hamba lemah, maka berilah kekuatan.”

Ia lalu bangkit, wudhu, dan shalat tahajjud. Dalam sujudnya ia berdo’a,

Ilahi, hamba mohon ridha-Mu dan syurga. Amin. Ilahi lindungi hamba dari murka-Mu dan neraka. Amin. Ilahi, jika boleh hamba titipkan rasa cinta hamba pada Afirah pada-Mu, hamba terlalu lemah untuk menanggungnya. Amin. Ilahi, hamba mohon ampunan-Mu, rahmat-Mu, cinta-Mu dan ridha-Mu. Amin.”

***

Pagi hari, usai shalat dhuha Zahid berjalan ke arah pinggir kota. Tujuannya jelas yaitu rumah Afirah. Hatinya mantap untuk melamarnya. Di sana ia disambut dengan baik oleh kedua orang tua Afirah. Mereka sangat senang dengan kunjungan Zahid yang sudah terkenal ketaqwaannya seantero penjuru kota. Afirah keluar sekejap untuk membawa minuman lalu kembali ke dalam. Dari balik tirai ia mendengarkan dengan seksama pembicaraan Zahid dengan ayahnya. Zahid mengutarakan maksud kedatangannya, yaitu melamar Afirah.

Sang ayah diam sesaat. Ia mengambil nafas panjang. Sementara Afirah menanti dengan seksama jawaban ayahnya. Keheningan mencekam sesaat lamanya. Zahid menundukkan kepala, ia pasrah dengan jawaban yang akan ia terima. Lalu terdengar jawaban ayah Afirah,

Anakku Zahid, kau datang terlambat. Maafkan aku, Afirah sudah dilamar oleh Abu Yasir untuk putranya Yasir beberapa hari yang lalu, dan aku telah menerimanya.

Zahid hanya mampu menganggukkan kepala. Ia sudah mengerti dengan baik apa yang didengarnya. Ia tidak bisa menyembunyikan irisan kepedihan hatinya. Ia mohon diri dengan mata berkaca-kaca. Sementara Afirah, lebih tragis keadaannya. Jantungnya nyaris pecah mendengarnya. Kedua kakinya seperti lumpuh seketika. Ia pun pingsan saat itu juga.

***

Zahid kembali ke mesjid dengan kesedihan tak terkira. Keimanan dan ketaqwaan Zahid ternyata tidak mampu mengusir rasa cintanya pada Afirah. Apa yang ia dengar dari ayah Afirah membuat nestapa jiwanya. Ia pun jatuh sakit. Suhu badannya sangat panas. Berkali-kali ia pingsan. Ketika keadaannya kritis seorang jamaah membawa dan merawatnya di rumahnya. Ia sering mengigau. Dari bibirnya terucap kalimat tasbih, tahlil, istighfar dan ... Afirah.

Kabar tentang derita yang dialami Zahid ini tersebar ke seantero kota Kufah. Angin pun meniupkan kabar ini ke telingan Afirah. Rasa cinta Afirah yang tak kalah besarnya membuatnya menulis sebuah surat pendek,

Kepada Zahid,

Assalamu’alaikum,

Aku telah mendengar betapa dalam rasa cintamu padaku. Rasa cinta itulah yang membuatmu sakit dan menderita saat ini. Aku tahu kau selalu menyebut diriku dalam mimpi dan sadarmu. Tak bisa kuingkari, aku pun mengalami hal yang sama. Kaulah cintaku yang pertama. Dan kuingin kaulah pendamping hidupku selama-lamanya.

Zahid,

Kalau kau mau, aku tawarkan dua hal padamu untuk mengobati rasa haus kita berdua. Pertama, aku akan datang ke tempatmu dan kita bisa memadu cinta. Atau, kau datanglah ke kamarku, aku akan tunjukkan jalan dan waktunya.

Wassalam.

Afirah

Surat itu ia titipkan pada seorang pembantu setianya yang bisa dipercaya. Ia berpesan agar surat itu langsung sampai ke tangan Zahid. Tidak boleh ada orang ketiga yang membacanya. Dan meminta jawaban Zahid saat itu juga.

Hari itu juga surat Afirah sampai ke tangan Zahid. Dengan hati berbunga0bunga Zahid menerima surat itu dan membacanya. Setelah tahu isinya, seluruh tubuhnya bergetar hebat. Ia menarik nafas panjang dan beristighfar sebanyak-banyaknya. Dengan berlinang air mata ia menulis balasan untuk Afirah:

Kepada Afirah,

Salamullahi’alaiki,

Benar aku sangat mencintaimu. Namun sakit dan deritaku ini tidaklah semata karena rasa cintaku padamu. Sakitku ini karena aku menginginkan sebuah cinta suci yang mendatangkan pahala dan diridhai Allah ’Azza Wa Jalla. Inilah yang kudamba. Dan aku kau ingin mendamba yang sama. Bukan sebuah cinta yang menyeret pada kenistaan dosa dan murka-Nya.

Afirah,

Kedua tawaranmu itu tak ada yang kuterima. Aku ingin mengobati kehausan jiwa ini dengan secangkir air cinta dari syurga. Bukan air timah dari neraka. Afirah, ”Inni akhaafu in ’ashaitu Rabbi adzaaba yaumin ’adhim!”(Sesungguhnya aku takut akan siksa hari yang besar jika aku durhaka pada Rabbku. Az-Zumar:13)

Afirah,

Jika kita terus bertaqwa, Allah akan memberikan jalan keluar. Tak ada yang bisa aku lakukan saat ini kecuali menangis pada-Nya. Tak mudah meraih cinta berbuah pahala. Namun aku sangat yakin dengan firman-Nya:

”Wanita-wanita yang tidak baik adalah untuk laki-laki yang tidak baik, dan laki-laki yang tidak baik adalah untuk wanita-wanita yang tidak baik (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka. Bagi mereka ampunan dan rizki yang mulia (yaitu syurga).”

karena aku ingin mendapatkan seorang bidadari yang suci dan baik maka aku akan berusaha menjaga kesucian dan kebaikan. Selanjutnya Allah-lah yang menentukan.

Afirah,

Bersama surat ini aku sertakan sorbanku, semoga bisa jadi pelipur lara dan rindumu. Hanya kepada Allah kita serahkan hidup dan mati kita.

Wassalam.

Zahid

Begitu membaca jawaban Zahid itu, Afirah menangis. Ia menangis bukan karena kecewa tapi menangis karena menemukan sesuatu yang sangat berharga, yaitu hidayah. Pertemuan dan percintaannya dengan seorang pemuda shaleh bernama Zahid itu telah mengubah jalan hidupnya.

Sejak itu ia menanggalkan semua gaya hidupnya yang glamour. Ia berpaling dari dunia dan menghadapkan wajahnya sepenuhnya untuk akhirat. Sorban putih pemberian Zahid ia jadikan sajadah, tempat di mana ia bersujud, dan menangis di tengah malam memohon ampunan dan rahmat Allah SWT. Siang ia puasa, malam ia habiskan dengan munajat kepada Tuhannya. Di atas sajadah putih itu ia menemukan cinta yang lebih agung dan lebih indah, yaitu cinta kepada Allah SWT. Hal yang sama juga dilakukan Zahid di masjid Kufah. Keduanya benar-benar larut dalam samudera cinta kepada Allah SWT.

Allah Maha Rahman dan Rahim. Beberapa bulan kemudian Zahid menerima sepucuk surat dari Afirah:

Kepada Zahid,

Assalamu’alaikum,

Segala puji bagi Allah, Dialah Tuhan yang memberi jalan keluar bagi hamba-Nya yang bertaqwa. Hari ini ayahku memutuskan tali pertunanganku dengan Yasir. Beliau telah terbuka hatinya. Cepatlah kau datang melamarku. Dan kita laksanakan pernikahan mengikuti sunnah RasuluLlah SAW secepatnya.

Wassalam,

Afirah

Seketika itu Zahid sujud syukur di mihrab Masjid Kufah. Bunga-bunga cinta bermekaran di dalam hatinya. Tiada henti bibirnya mengucapkan AlhamduliLlah.

***

Di Atas Sajadah Cinta

Habiburrahman El-Shirazy

nb : Kado Ramadhan untuk rekan2 seperjuangan di Kantor Hijau MADZCOM dan komunitas antik di D17 : Jangan mengharap istri semulia Fatimah Az-Zahrah jika pribadi belum seagung Ali Ibnul Abi Thalib k.w. Tetap bersama berusaha memperbaiki diri, mudah-mudahan Ramadhan tahun depan 1428 H tidak ada lagi di antara kita yang sendiri, semua sudah pada menikah J Amin.

Sunday, October 08, 2006

Jikalah pada akhirnya

Sedikit nasehat dari seorang saudara yang sempat 'nyentil' pas diri ini resah akan beragam kondisi hati :)
-----------------------------------------------------------------------------------------

Jikalah derita akan menjadi masa lalu pada akhirnya,

Maka mengapa mesti dijalani dengan sepedih rasa,
Sedang ketegaran akan lebih indah dikenang nanti.

Jikalah kesedihan akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Maka mengapa tidak dinikmati saja,
Sedang ratap tangis tak akan mengubah apa-apa.

Jikalah luka dan kecewa akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Maka mengapa mesti dibiarkan meracuni jiwa,
Sedang ketabahan dan kesabaran adalah lebih utama.

Jikalah kebencian dan kemarahan akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Maka mengapa mesti diumbar sepuas jiwa,
Sedang menahan diri adalah lebih berpahala.

Jikalah kesalahan akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Maka mengapa mesti tenggelam di dalamnya,
Sedang taubat itu lebih utama.

Jikalah harta akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Maka mengapa mesti ingin dikukuhi sendiri,
Sedang kedermawanan justru akan melipat gandakannya.

Jikalah kepandaian akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Maka mengapa mesti membusung dada dan membuat kerusakan di dunia,
Sedang dengannya manusia diminta memimpin dunia agar sejahtera.

Jikalah cinta akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Maka mengapa mesti ingin memiliki dan selalu bersama,
Sedang memberi akan lebih banyak menuai arti.

Jikalah bahagia akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Maka mengapa mesti dirasakan sendiri,
Sedang berbagi akan membuatnya lebih bermakna

Jikalah hidup akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Maka mengapa mesti diisi dengan kesia-siaan belaka,
Sedang begitu banyak kebaikan bisa dicipta.

Suatu hari nanti,
Saat semua telah menjadi masa lalu,
Aku ingin ada di antara mereka,
Yang bertelekan di atas permadani,
Sambil bercengkerama dengan tetangganya,
Saling bercerita tentang apa yang telah dilakukannya di masa lalu,
Hingga mereka mendapat anugerah itu.

Suatu hari nanti,
Ketika semua telah menjadi masa lalu,
Aku tak ingin ada di antara mereka,
Yang berpeluh darah dan berkeluh kesah,
Andai di masa lalu mereka adalah tanah saja.
--- --- ---
To Mbak Yantia, thanks untuk nasehatnya (tulisan di atas) di milist

Thursday, October 05, 2006

Lega, RI lunasi utang ke IMF

AlhamduliLlah, akhirnya sisa utang kita (US$ 3 miliar plus bunga 1 kali pembayaran) ke IMF lunas juga hari (kamis 5/10/06). Harusnya yang kaya' gini nih salah satunya yang harus dirayakan. Bukan Tujuh Belasan doang. Bahkan kalo perlu naikkan bendera satu tiang full, biar bangsa ini bisa sedikit belajar bahwa mandiri, berdiri sendiri dan berkarya dengan potensi sendiri lebih berwibawa dibanding harus ngutang sana-sini.
Mudah-mudahan saja tahun depan ga ngutang lagi. Amin

Monday, October 02, 2006

Mengapa Harus Peduli?


"Seseorang yang tidak menaati peraturan disebut SAMPAH. Tapi orang yang tidak peduli pada orang lain... lebih rendah dari sampah!"








-Hatake Kakashi-

Antara 2 dunia

It's okay to be lost at the beginning
Let's start once again, once again

-litle by litle, OST Naruto-

Milad ke-25

02 Oktober 1981 - 02 oktober 2006
25 tahun sudah
mengembara di bumi fana
menggores asa
merangkai mimpi

masih terus mengembara
berpijar...membara di pelataran hari
menyusuri jejak matahari
menapaki makna kesyahidan

Kontemplasi Hitam-Putih (edisi resah)

Senandung adzan indah beralunan. Namun telingamu terhijab. Ketundukanmu tak lebih dari gerakan semu, tanpa nilai keagungan. Bergerak kaku bagai 'zombie' mayat hidup yang dikendalikan hipnotisme halusinasi iblis. Lidahmu fasih melagukan Kalam Ilahi, merdu dan mempesona banyak pribadi. Namun hatimu kering kerontang, meradang, gersang hingga nilai kebenaran yang kau bacakan meresap habis di lembah kemunafikanmu, tak tersisa walau setetes. Laksana gurun pasir yang menyedot habis badai hujan. Tak tersisa, walau sekedar membentuk genangan kecil tanpa riak.

Ruhmu keropos tanpa pilar kekokohan. Indramu hanyut, terlena bersama gelombang keduniawian yang memanjakan logika dan menumbuhsuburkan nafsu maksiat.

Maka sholatmu adalah khayalan! Terbang mengapung antara bumi realitas dan langit penuh mimpi. Bercengkrama mesra dengan perawan liar yang jahil akan makna halal-haram, mahram-non mahram. Sambil mengacung Al-Qur'an di kananmu, tangan kirimu merangkul manis pinggang ramping si cantik. Bibirmu masih berseru kebenaran, namun detik berikutnya, kau kecupkan di pipi si dia yang kau sebut bidadari.

Kecintaanmu terkapar, tergeletak tak berdaya di bawah koridor nafsu hewani. Manusia Agung, Sang Rasul Junjungan yang mencintaimu teramat kasih, sampai menangis memohon di hadapan Rabbul 'Izzati supaya engkau dimasukkan ke dalam Syurga-Nya kau acuhkan! Sabda mulia penuntun keselamatan kau campakkan ke tong sampah kehidupan. Mencocok-cocokkannya,dan merubah sesuai keinginan pikiranmu yang beku cahaya. Hingga lidahmu kelu tatkala namanya kau dengar disebut, tak mampu mengirim shalawat dan salam. tapi jarimu dengan lincah menekan tuts-tuts HP atau lidahmu menari indah mengungkapkan kalimat 'kasih sayang' pada sang gadis idola yang kau puja.

MASIHKAH ENGKAU BERBANGGA DENGAN STATUS KADER TARBIYAH!

Sayap-sayap kematian setia menaungimu. Seperti buruan yang telah terbidik tepat oleh ketajaman ujung anak panah yang tinggal menghitung detik untuk dilepaskan. Tersisa ketakutan tak mendasar akan ajal kematian. Kegelapan alam kubur...Munkar Nakir Sang Eksekutor...Padang Mahsyar pengumpulan...Hisab...Mizan...titian Shiratal mustaqim yang membentang antara syurga dan neraka...
Iman dan keagunganmu MATI TANPA KESYAHIDAN

DIMANAKAH IZZAHMU!
----------------------------------------------------------------
1. renungan diri akan kondisi kebanyakan sahabatku
2. hadiah bagi jiwaku yang Insya4JJI besok genap berusia 25 tahun (jgn sampe terjerumus ya,hehehe)


-kantor hijau, selepas sholat isya-

Masihkah kau disana? (edisi resah)

Mataku mengerjap. Bumi ini masih berotasi seperti dulu. Setia memikul beban berat idealisme perjuangan pemuda kahfi-nya.
Karena ia adalah ibu pertiwi.

Telingaku mendengar. Bisikan anginmasih belum berubah. Mendendangkan nyanyian perlawanan dan harapan.
Karena ia bisikan kebenaran.

Hidungku masih mencium wewangian yang sama. Debu panas dan aroma aspal terpanggang matahari, berbaur dengan keringat dan asap kendaraan. Aroma hidup yang tak sekedar 'ada' atau 'tiada'. Tapi 'BERMAKNA'
Karena ia adalah aroma perjuangan.

Kulitku masih 'merasa' sengatan terik dan dingin udara malam yang ditingkahi rintikan hujan yang belum juga berubah. Sehalus saraf sensorik-motorik pengirim sinyal 'sakit' ke sel-sel putih otakku.
Karena ia adalah perlawanan.

LALU APA YANG BERUBAH?

Gumam tanya ini masih memenuhi rongga kepalaku.

PEMUDA...! Kemana sosoknya?

Ah...keresahan itu makin dalam melingkupiku...

Celoteh ringan buat sahabatku (edisi resah)

Sahabat...
Tetaplah berceloteh
Rangkai gumam menjadi kata, bariskan ke dalam kalimat, lalu ungkapkan! Biarkan samudra menggaungkan gemanya. Hingga ia akan menyeruak, menistakan tirani di singgasana kecongkakannya. Jangan kau biarkan ia menikmati tidur pulasnya di ranjang sutra berlapis beludru halus. jadilah mimpi buruk bagi cita-cita keserakahannya.

Tetap acungkan kepalmu ke langit. Tunjuk, dan serukan kata kebenaran! Kumandang itu harus tetap membahana!
Karena KAULAH SANG PENAKLUK!

Jangan kau sarungkan pedang keadilanmu. Karena kedzoliman dan penindasan masih menari di bumimu. Tiupkan nafas perlawanan bagi generasi setelahmu,
Karena KAULAH PAHLAWAN itu!

Tapi sahabat...
jangan pula kau lupakan. Tetap dengarkan bisikan lirih dari jalanan dan gubuk reyot yang hampir rubuh di pinggiran gunungan sampah. Tetap rentangkan tanganmu untuk memeluk tubuh-tubuh kecil dan ringkih, karena mereka adalah bagian dari penerus ide perjuanganmu.
Karena PELIPUR itu JUGA ADALAH DIRIMU!

jangan biarkan kelemahan menggerogoti usia idealismemu
kobarkan...api perlawanan itu harus tetap bercahaya
terangi kegelapan angkara
sampai kemenangan memuliakanmu
atau syahid menjemput ragamu

Metamorfosis Kadaluwarsa (edisi resah)

Gabung dalam lingkaran jamaah --> lirik akhwat manis
Ikutan LIQO --> Penyaluran hobi debat
Kepanitiaan --> Aku senior, lebih hebat
Ngisi kajian --> Tebar pesona
Rapat --> Peluang dengar suara-suara merdu
Missed Call tahajud --> Menarik simpati
SMS Ruhiyah --> Menyebar Virus Merah Jambu


Engkau memang akan tetap tumbuh, namun sayapmu akan terus mengecil, mengkerut. Tak bisa kau bentangkan, melebar kokoh dengan ruas-ruas tulang yang kuat untuk melawan pergerakan angin. Dengan harapan tubuhmu akan membumbung ke angkasa kemuliaan.

Engkau hanya akan merangkak di bumi debu, berpindah dari ranting lusuh yang satu ke ranting rapuh lainnya. Puncak tertinggimu hanyalah pucuk dedaunan yang harus bersaing dengan milyaran daun lain mendapatkan sinar matahari untuk berfotosintesis.

Wujudmu akan kembali ke bentukan asal. Ulat bulu dengan lendir menjijikkan, bergerak lambat sempoyongan, kelelahan tanpa sari pati iman hakiki sampai jiwamu 'punah' di pelataran sejarah!

Karena ENGKAU TIDAK AKAN MENJELMA MENJADI KUPU-KUPU

Dan angin hanya akan mengabarkan kisahmu pada semesta bahwa bangkai idealismemu tak lebih baik dari tumpukan kotoran yang hancur bersama sampah alam!

Sahabat...
Tidakkah engkau rindu menjadi kupu-kupu...
Melayang ringan di angkasa dengan segala keanggungannya...
Menarik perhatian makhluk semesta lain...
... ... ...
Mari, bersama perbaiki ulang komitmen kita.


Sebuah catatan kecil

Seruan paling membahana : K.E.H.E.N.I.N.G.A.N.
karena keheningan yang paling riuh adalah S.E.R.U.A.N.

Sunday, October 01, 2006

Love Jingga