dan langitpun menangis
Tubuh kaku mereka tergeletak sempurna. Tanpa daya dalam pandangan mata dunia. Namun, pantulan semangat perjuangan yang terpancar, akan terlihat dari kedalaman mata nurani manusia yang masih menjaga fitrah kesadarannya. Senyum yang terukir di lekukan bibirnya, melukiskan akhir kehidupan yang bahagia dalam kedamaian. Aroma wangi menyeruak, menyebar dalam pertalian udara sahara yang berubah sejuk. Awan menyatu, melindungi tubuh mulianya dari hantaman matahari panas. Perlahan, langit menurunkan berkah pencipta-Nya lewat curahan titik-titik air hujan. Suci. Mensucikan jasad dan ruh yang juga suci dengan kebeningan air syurga yang belum terjamah golongan makhluk manapun.
Mereka ada, nyata. Ikut berotasi dengan perputaran zaman. Sosok-sosok yang telah memahat arti hidup dalam sejarah perjalanan pergiliran generasi. Dari Hamzah bin Abdul Muthalib, pendahulu yang bergelar Singa Allah, sampai Al-Muhandis Yahya Ayyash Sang Insinyur. Dari Mu’adz bin Jabal Sang Diplomat dan Komandan Pasukan, sampai Syaikh Ahmad Yasin, penggerak Gerakan Sejati, Intifadhah, dari balik jeruji besi dan kursi roda yang setia menemani perjalanannya. Dari Mushab bin Umair, bangsawan dan idola pemuda di Makkah, sampai Ar-Rantisi yang cerdas dan kharismatik. Dari Sumayyah sang Mujahidah pertama, sampai Ayat Akhrash, mahasiswi pelaku sempurna istisyhadiyah (bom syahid).
Rentetan prosa panjang sejarah telah menorehkan banyak nama. Visi hidup mereka sama. Syurga dengan keridhoan Allah SWT semata. Hanya zaman tempat mereka berkarya yang terpisah. Mereka, dengan ideology yang mencakup semua makna gerakannya, telah memilih untuk berbeda. Menyerahkan semua harta, jiwa dan raganya untuk menjadi manusia-manusia langit. Ya, mereka telah menjelma menjadi manusia langit. Mengangkasa dengan segala keagungan dan kemuliaan. Bukan lagi manusia bumi yang tenggelam dalam pilihan maksiat dosa yang melenakan dan menenggelamkan dalam kebinasaan yang menghinakan. Maka Sang Maha Rahman pun menunjukkan Kasih Sayang-Nya. LANGIT MENANGIS UNTUK KEMATIAN DAN KESYAHIDAN MEREKA.
Ah…apakah langit akan menangisi juga kepergianku nanti? Dengan tangisan yang sama dengan kesyahidan manusia-manusia langit? Semoga. Kabulkan ya…Robbana.