Saturday, December 23, 2006

Mata dengan Ideologi Semesta

Lesatkan kebisuanmu. Biarkan angin membisikkan realitas ini. Tentang Palestina, Kosovo, Chechnya, Moro, Patani, dan bentangan negeri Muslim lainnya yang namanya kerap tak terjamah oleh kosa kata hati kita. Tentang tenda-tenda kumuh, yang robek di segala sisi. Berjejer di tepi padang gersang. Tentang jeritan bocah kecil dalam tangisan bisu untuk kematian orang tua dan sanak keluarganya. Tentang bangunan-bangunan yang dirobohkan. Semua berbicara 1 kenyataan : Angkara murka yang berotasi dengan keangkuhannya!

Panas sahara menjadi saksi. Tentang hijau kedamaian yang terkoyak. Aroma mesiu dan ledakan granat memeluk kematian dalam sapuan kanvas melukis malam penuh dendam. Nurani terpenjara. Hati membatu. Bertarung untuk memperjuangkan nilai sebuah kebohongan sejarah yang lebih pantas menjadi sampah di pojokan gelap. Terbius perilaku iblis yang menjelma ke dalam sosok jiwa bertubuh manusia.

Jejeran panjang lelaki renta, anak-anak dan wanita bergerak sampai tapal batas negara sebelah. Tidak pernah ada alasan yang rasional. Semata berikrar -Isyhadu bianna muslimin-, kekejaman itu menghampiri. Terpampang jelas diperagakan bangsa kera yang tak pernah tahu menghargai kasih sayang Rabbul Izzati. Meneruskan parade panjang kebiadabannya sejak dahulu ketika mulai membunuh para manusia mulia utusan Sang Qadhi. Izzah menjadi pertaruhan. Untuk sebuah eksistensi yang terkoyak.

Maka lihatlah di sana! Di sudut-sudut kemah yang tersisa, berdiri menantang badai. Bocah kecil dengan tatapan tajam bening berbagi sepotong roti keras yang sudah basi dengan adiknya. Lusuh baju yang membungkus tubuh tirusnya tak kuasa menahan dinginnya udara gurun malam hari. Duduk melingkar, mencoba untuk menghadirkan kehangatan keluarga yang kini tersisa cerita indah di sudut hati. Kepada siapa keceriaan itu mesti dibagi? Sementara, merengkuhnya saja sudah separuh nafas. Itupun masih harus mempertaruhkan hidup di ujung senjata.

Pasir cadas tegak mengamati. Puing reruntuhan bangunan menggeliat resah. Batu berbicara. Serentak, bersatu mendekap tubuh kecil yang paham makna hakikat perjuangan hidup. Dalam tatapan mata bocah kecil itu, berpijar nyawa kehidupan. IDEOLOGI SEMESTA!

nb: sampai detik ini, pijar apakah yang membara di mata kita?