Thursday, January 04, 2007

Kematian, masihkah kita mengingatnya?

Beginilah uniknya peristiwa yang bernama kematian. Saat datang menyambangi manusia, ia tak pernah memberi kabar sebelumnya. Pun ketika beranjak pergi, tak pernah meminta izin. Sungguh, ia sangat dekat dengan kita. Meskipun kita tak pernah tahu, ada di mana sosoknya. Walaupun, sejatinya sayap-sayapnya telah terbentang di atas kita, tinggal menunggu putaran waktu, untuk menurunkan tirainya menyelimuti ruh, untuk kemudian memisahkannya dengan jasad kasar kita. Disadari atau tidak, demikianlah adanya.Terhenyak, kaget. Mungkin ini ekspresi kebanyakan manusia ketika keluarga, sahabat dekat atau yang tercinta tiba-tiba saja sudah dipanggil oleh maut. Memisahkan sejuta angan dan impian, yang belum sempat terwujud. Seperti mimpi,yang berjalan di ambang batas kesadaran dan tepi jaga.

Kebanyakan kita merasa takut, menghindari percakapan dan diskusi tentang kematian. Membayangkannya saja sudah menghadirkan berjuta sensasi menyeramkan dalam lintasan angan kita. Mengapa? Karena kita masih buta akan makna dan hakikatnya. Ia semata bukanlah berhentinya aliran darah yang dipompa oleh detakan jantung. Atau tidak berfungsinya organ paru-paru untuk supply oksigen ke seluruh jaringan tubuh. Kita bingung, kemana kita setelahnya. Apakah cukup hidup sampai di sini, saat tulang-belulang hancur digerus tanah dan dilumat oleh cacing dan serangga tanah lainnya? Bagaimana dengan kegelapan alam kubur, yang menyisakan diri kita, sepi dalam kesendirian? Semuanya masih kabur dalam rongga hati, kepala dan pikiran sempit kita.

Namun sahabat, kematian sebenarnya bukanlah untuk ditakuti. Namun, jadikanlah ia sebagai nasehat untuk sebuah persiapan akan bekal perjalanan panjang, yang akan dilalui nantinya. Saat di mana harta kekayaan, kedudukan, pangkat, jabatan, rumah mewah, kekasih dan semua atribut dunia tidak lagi bermanfaat selain yang ikhlas dihijrahkan untuk jalan-Nya. Kecuali amal ibadah, ilmu yang bermanfaat, dan sadaqah jariyah yang setia. Menjadi penerang dalam kegelapan kubur. Menjadi teman setia bercengkrama dalam kesunyian bawah tanah. Menjadi sahabat berbagi cerita sambil menunggu peristiwa kematian akbar, KIAMAT. Di sini, di rumah baru kita yang berdiri tegak di atasnya sesuatu yang bernama NISAN KEMATIAN.

Hakikat kehidupan, adalah perjalanan kembali menuju Allah SWT. Perjalanan singkat, namun banyak melenakan kita, insan dunia fana. Terjebak dalam gemerlapannya, dan melupakan tujuan akhir dari perjalanan ini. Semata, kita hanyalah singgah sejenak, meluruskan kaki dari kepenatan, menyandarkan kepala memulihkan tenaga untuk kembali melangkah. Mempersiapkan bekal baru, untuk kehausan yang takkan tersegarkan selain kejernihan air di telaga Al-Kautsar, hadiah untuk RasuluLlah SAW,yang dibagi ke kita, ummatnya yang setia berjalan dalam manhaj risalah-Nya.

Sahabat, bagaimana dengan persiapan kita menyambutnya? Bukankah ia pun pasti akan bertamu, mengetuk pintu nyawa kita? Rasul SAW yang mulia telah mengingatkan kita, bahwa orang yang cerdas adalah yang paling banyak mengingat tentang kematian, dan mempersiapkan bekal untuk perjalanan yang panjang peristiwanya. Sudahkah perbekalan untuk perjalanan itu disiapkan?

Senantiasa, terucap di bibir kita. Atau terangkai dalam bait doa, akan kerinduan bertemu Sang Kekasih, ALLAH Azza wa Jalla. Di manakah pintunya? Hanya kematian yang akan merealisasikannya. di sinilah satu makna dan hakikat kematian. Meskipun, jangan pernah meminta mati, apalagi untuk alasan dan hal yang sia-sia. Hanya saja, Mari, berbekal bersama. Untuk hari yang sudah pasti. Sungguh, kematian adalah muara setiap manusia.

nb: nasehat untuk diri sendiri, saat kematian 2 sahabat seaqidah, teman belajar, berdiskusi tentang berbagai proyek kebangkitan ummat. Semangat dan impian muliamu tak akan berhenti sampai disini. Ia akan senantiasa terwariskan. Selamat jalan mujahid, semoga syurga yang selalu kau rindukan, menyambut ruh sucimu dengan istana hijau dan kelembutan tangan bidadarinya.