Thursday, January 18, 2007

Mimpi yang terwariskan

Kembali, berhentilah sejenak, kita buka kembali lembaran sejarah yang telah ditulis manusia-manusia agung, para pendahulu kita. Assabiqunal Awwalun. Lihatlah, bagaimana mereka menyaksikan langsung peradaban Persia dengan segala macam kenikmatan, kemakmuan dan kemegahannya. Mereka melihat keelokan Istana Kisra (Kaisar Persia) yang artistik. Namun, bagi mereka semua itu tidaklah dapat disamakan dengan batang kurma yang dijadikan sebagai tiang penyangga Masjid Nabawi, atau pelepah kurma yang menjadi atapnya. Yang tiap kali hujan turun, tak mampu menghalanginya untuk membasahi tanah tempat sujud mereka. Menyisakan tempelan tanah basah di dahi mereka yang sujud, mengagungkan Rabb Semesta Alam...

Mereka melihat berbagai atribut penampilan Persia yang memiliki kekuatan luar biasa. Namun, bagi mereka itu tidak sebanding dengan mantel lusuh yang menyelimuti pundak-pundak mereka kala bertarung dengan hawa dingin padang pasir, saat munajat tengah malam mengadu di hadapan Sang Rahman. Ataukah pakaian teramat sederhana yang setia menemani hari-hari dalam perjuangan di jalan-Nya. Mereka melihat kekayaan persia yang gemerlapan. Namun mereka memandangnya tidaklah sebanding dengan segenggam gandum hasil kerja ikhlas mereka. Yang cukup sekedar menegakkan punggung untuk kembali bekerja mempertahankan kehormatan agama, diri dan keluarganya.

Mereka melihat buku-buku karangan bangsa Persia yang berisi berbagai macam ilmu pengetahua, sastra indah dan syair-syair yang menggugah. Namun, semua itu dalam pandangan seorang muslim yang hanif tidaklah dapat disamakan atau disetarakan dengan kata-kata yang ia dengar dari seorang seperti Umar Ibnul Khattab r.a. Apa lagi disandingkan dengan keagungan dan ketinggian Al-Qur'an mulia yang suci.

Mengapa...
Apa yang ada dalam diri mereka, sehingga menghasilkan kekuatan dahsyat yang menggemakan eksistensi mereka dalam keabadian sejarah?

Ada keunikan disana, yang menghiasi pribadi mereka. Bersenyawa dengan keluhuran budi yang menghiasi jiwa dan ruhnya. Mereka meyakini bahwa Risalah mereka berhubungan dengan lorong-lorong langit. Dan bahwa dengan ini, mereka yang akan menjadi pemimpin di bumi, menguasai dunia dan semua yang ada di atasnya dengan cahaya keadilan. Mereka bangga dengan kesempurnaan Islam di antara sistem-sistem hidup lainnya. Meyakininya sebagai aturan yang integral, menyatukan semua yang dikehendaki berupa aspek dunia akhirat. Menancapkan dalam ruh, bahwa mereka adalah manusia yang paling tinggi, mulia, dan utama selagi berpegang teguh pada manhaj Ilahiyah (Ketuhanan). Al-Qur'an telah mencabut habis kata putus asa dalam hati mereka, dengan kebenaran akan janji kemenangan pastilah kesudahannya milik mereka yang beriman.

SubhanaLlah, inilah sedikit dari rahasia kemenangan mereka wahai saudaraku, prajurit kebenaran. Inilah rahasia generasi pertama yang perkasa di masa lalu, yang diwariskan kepada kita untuk meneruskan estafet kejayaan sejarah mereka. Mereka telah membuktikannya dalam kehidupan, tercatat dalam kitab alami sejarah. Menjadi nilai yang mereka tabung untuk kehidupan setelah mati di akhirat sana.

Sekarang...
Giliran kita yang menapaki kerasnya realitas kehidupan. Dengan segenap kelemahan diri, akankah kita larut dalam timbangan dunia yang melenakan? Masihkah ada alternatif lain, setelah Allah SWT menawarkan kepada kita kriteria keunggulan? Saatnya bagi kita membuktikan komitmen keislaman yang telah terpatri di sanubari dan mulut kita kala ruh ditiupkan pertama kali sewaktu jasad kita masih meringkuk dalam rahim sang bunda. Saatnya bagi kita menjawab tantangan zaman. Akankah bermuara pada kesuksesan dan dihimpun dalam barisan generasi mulia sebelumnya. Ataukah kita hanya akan tersisih dari garis tersebut dan berada di pojokan sejarah lain sebagai sampah yang tak memiliki nilai sama sekali!