Tuesday, April 03, 2007

Sebuah dunia kecil

Aku tidak tahu, sejak kapan mulai senang memperhatikan anak kecil. Bagiku, mereka seperti cermin yang memantulkan bayangan dengan polos, jujur dan apa adanya. Tidak ada ambiguitas yang terinterferensi. Atau kebohongan yang tersamarkan. Murni, apa adanya.

Seperti pagi itu, saat aku berteduh di emperan sebuah toko dari rintik hujan yang mulai menderas. 3 sosok bocah kecil tiba-tiba saja keluar dari rumah sederhana mereka dan langsung berkejaran di bawah siraman dingin hujan. Gembira, tertawa lepas. Tak kudapati beban hidup menggelayuti wajah ceria mereka. Aku tersenyum.

Atau suatu waktu, malam hari setelah pulang kerja di sebuah pete-pete [angkutan mahasiswa dan umum]. Seorang anak dengan damai menyandarkan kepala kecilnya di pangkuan ibunya kemudian tertidur. Tidak memperdulikan kebisingan dunia yang hilir mudik berseliweran di sekitarnya. Pun ketika suatu malam, saat singgah membeli martabak di sekitaran Jalan Hertasning Baru. Sambil duduk menunggu di atas motor, kutolehkan kepala ke arah suara seorang anak yang merengek. Ternyata ibunya sedang singgah membeli sesuatu di toko, dan ia bersama ayahnya menunggu di atas motor juga sama seperti diriku. Tak lama, sang ibu keluar. Spontanitas, rengekan anak tadi sirna. Berganti senyuman kemudian dengan segera menyambut ibunya dengan pelukan di pinggangnya.

Hmmm…bagi sebagian kita, masa remaja mungkin dianggap sebagai masa yang paling indah. Sehingga banyak di antara kita yang memimpikan untuk mengulang kembali masa itu. Namun, jika saja aku diberikan pilihan untuk bisa kembali ke masa lalu, aku lebih memilih menjadi anak kecil dan bersahabat dengan dunia, tanpa harus mengenakan berbagai bentuk topeng kemunafikan dan kepura-puraan.

[masih dalam kepenatan yang sama, karena dikejar beragam deadline]