[sepenggal fragmen hidup] tentang universitas kehidupan*
‘Belajarlah membaca dengan hati, bukan dengan pikiran’ kalimat pembuka yang kau ucapkan pagi itu, saat mengajakku ke pinggiran
‘Tidak terbiasa ya?’ tanyamu. Aku mengangguk. Tak kuasa membuka mulut. Sambil menengadah ke langit, kau berucap pelan ‘jalan lain masih terbuka untukmu’. ‘Tidak…tidak…aku harus bertahan’. Tekad ini harus menyatu dalam aliran darahku.
Senja mulai memerah di ujung barat. Dalam senyum, kau kembali bertanya ‘Masihkah hatimu membatu melihat sebagian realitas negerimu yang seperti ini?'
Fragmen 13
Udara konflik masih membumbung tinggi. Mengangkasa, seiring dengan asap hitam tebal yang meninggi. Meninggalkan bara jejak api dengan segala keangkuhannya. Anyir darah menggantikan kesegaran udara pagi. Tak ada tawa riang dan kegembiraan anak-anak yang berlari berkejaran di lapangan dan tepian sungai. Toleransi dan kasih sayang tercetak tak berdaya, dalam lembaran putih kertas buku dan pemanis bibir kala pertemuan.
Kau mengajakku ke
Fragmen 14
‘Masih ingat jalan lurus yang ujungnya tak kelihatan dari tempatmu berdiri waktu itu?’.
‘Ya’, jawabku.
Sambil mendesah, kau melanjutkan ‘Jalan itu sangat panjang. Ia tak bisa diukur dari usia yang kita punya. Bahkan, umur satu generasi belum bisa membuat perjalanan ke
‘Apa yang harus aku lakukan jika aku tetap memilihnya?’
‘Belajarlah bertahan. Dengarkan selalu suara nuranimu. Jangan menyerah. Sebab, perjuangan baru akan bernilai dengan tekad yang tak pernah padam.’
---oOo---
‘Bukan POTENSI, namun PILIHAN yang membuat setiap orang berbeda’
*inspired from 'dia' yang besok akan MILAD. Saat semangat perlawananku kembali membara.
Labels: sisi lain tentang cinta